PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu, keberhasilan suatu organisasi
ditunjukkan oleh kemampuannya mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh faktor
eksternal maupun internal organisasi. Faktor eksternal adalah segala sesuatu
yang berada diluar organisasi, namun mempunyai pegaruh besar terhadap
organisasi. Adapun faktor internal organisasi selain didukung oleh sumberdaya
yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan organisasi, maka yang sangat besar
peranannya adalah budaya organisasi yang dianut segenap sumber daya manusia
dalam organisasi.
Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan
oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai
pelaku dalam mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan. Kinerja yang baik dari pegawainya akan berdampak langsung kepada kemajuan
atau kemunduran yang diperoleh dari organisasi tersebut.
Salah satu yang dapat mengukur kinerja pegawai adalah efektifitas
kerja dari pegawai di organisasi tersebut.
Budaya atau “culture” berkaitan
dengan manusia, karenanya berbicara mengenai budaya perusahaan atau budaya organisasi atau budaya kerja tidak bisa lepas dari
sumber daya manusia. Tanpa sumber daya manusia tidak ada
budaya apapun. Mengembangkan budaya organisasi berarti mengembangkan
sumber
daya manusia dan mempertahankan
budaya
organisasi berarti memberdayakan
sumber daya manusia.
Sumber daya manusia merupakan hal yang penting untuk mencapai tujuan
suatu organisasi. Salah satu faktor yang dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia adalah melalui
pelatihan. Pelatihan yang diberikan
oleh suatu organisasi harus dilakukan
terus menerus. Hal ini dikarenakan makin berkembangnya ilmu
pengetahuan
dan teknologi, dan hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.
Apabila setiap pegawai dalam suatu organisasi merasakan bahwa prinsip yang mendasari setiap tindakan dan perilaku organisasi sesuai dengan pandangan hidup
atau tidak menyimpang dari
prinsip pribadi, maka seorang pegawai akan bekerja dengan baik.
Apalagi
jika
pegawai tersebut
merasakan bahwa pandangan
hidupnya atau
cita-
citanya akan mendapat tempat yang sesuai di dalam lingkungan kerja, maka hal ini
akan mandorong pegawai tersebut memahami maksud, tujuan dan ruang lingkup kegiatan dalam organisasi yang akan mendorongan semangat untuk bekerja lebih baik, karena menyadari bahwa apa yang bermanfaat bagi organisasi
juga
bermanfaat bagi dirinya sendiri dan pada akhirnya akan menumbuh
kembangkan budaya kerja atau budaya organisasi.
Bagaimanapun beratnya tugas-tugas yang dipikul para pegawai, tidak akan lagi dirasakan
sebagai beban pribadi, tetapi
justru merupakan tantangan untuk dihadapi dan
peluang untuk mengembangkan
karier. Jika sudah
demikian, maka
organisasi
tempatnya berkarya akan menjadi
tempat yang menyenangkan dan dirasa
paling
sesuai untuk
dirinya
sendiri. Dengan adanya kinerja
yang baik
dari pada pegawai, maka secara otomatis akan meningkatkan efektifitas
kinerja pegawai pula.
Budaya organisasi memang sulit didefinisikan secara tegas
dan
sulit diukur,
namun bisa dirasakan oleh sumber daya manusia di
dalam organisasi tersebut.
Suatu organisasi yang mempunyai budaya
organisasi yang
kuat bahkan
dapat terlihat atau teramati oleh
peninjau dari luar organisasi yang mengamati.
Pengamat tersebut akan merasakan suasana kerja yang khas dan lain dari pada yang lain, di
dalam organisasi
tersebut, bila dibandingkan dengan organisasi lain. Hal-hal tersebut penting, dan karena itu perlu dipahami serta dikenali. Akan tetapi hal-hal yang bersifat universal itu harus diterapkan
oleh manajemen
dengan
pendekatan yang memperhitungkan secara matang faktor-faktor situasi, kondisi, waktu
dan ruang.
Dengan
kata lain, diterapkan sesuai dengan budaya yang berlaku dan dianut dalam organisasi yang bersangkutan.
Jika dilihat pada masa kini
dimana arus globalisasi
semakin berperan
dalam menentukan setiap
kebijakan dalam organisasi,
maka
setiap organisasi sebaiknya perlu melakukan tinjauan kembali
terhadap budaya organisasi yang ada di dalam organisasinya sehingga efektifitas kerja para pegawai tidak mengalami benturan
terhadap lingkungan ekstern di kemudian harinya.
Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu merupakan unit
pelaksana teknis pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang berada di bawah
dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan
Perhutanan Sosial yang mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan rencana,
pengembangan kelembagaan dan evaluasi pengelolaan DAS. Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu sebagai
instansi pemerintah, memiliki pegawai yang karakternya berbeda-beda. Perbedaan tersebut mungkin saja dipengaruhi
oleh para pegawai dalam hal
pengetahuan, keterampilan, sikap, kedisiplinan
dan faktor lainnya. Keadaan tersebut menimbulkan
perbedaan kemampuan para pegawai dalam hal melaksanakan
tugasnya. Sehingga tingkat efektivitas kerja pegawai akan bervariasi.
Penataan sumber daya manusia
mempunyai peran yang stategik
dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi
terutama meningkatkan efektivitas
kerja pegawai. Dengan demikian dalam mendayagunakan sumber daya manusia
pada organisasi dapat efektif dimungkinkan akan
berdampaknya terhadap
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Berdasarkan paparan
tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Budaya Organisasi Dengan Efektifitas Kerja Pegawai Pada Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Bengkulu“
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan budaya organisasi
dengan efektifitas kerja pegawai pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Bengkulu?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
ini untuk
mengetahui hubungan budaya organisasi dengan efektifitas kerja pegawai pada
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Bagi
Peneliti
Dapat menambah
pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dibangku
kuliah dalam dunia kerja yang sesunguhnya.
2. Bagi Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Bengkulu
Mmemberikan masukan
dalam
rangka pembinaan budaya organisasi untuk
meningkatkan efektifitas kerja pegawai
3. Bagi
Pembaca
Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi bacaan bagi
semua pihak yang membutuhkannya.
1.5 Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan
tidak menyimpang dari permasalahan maka penulis hanya membatasi
permasalahan pada hubungan budaya organisasi dengan
indikator menurut Tampubolon (2008:77) yaitu inovatif memperhitungkan resiko,
memberi perhatian pada setiap masalah secara detail, berorientasi terhadap
hasil yang akan dicapai, berorientasi kepada semua kepentingan karyawan,
agresif dalam bekerja, mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja dengan
efektifitas kerja yang dilihat dari indikator menurut Stress (2007:119) waktu,
produktivitas, motivasi, evaluasi dan lingkungan kerja pegawai pada Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu khususnya pada Pegawai Negeri Sipil
(PNS).
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan bidang strategis dari organisasi. Manajemen sumber daya manusia harus dipandang sebagai
perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan
untuk itu
membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia dan
kemampuan mengelolanya.
Bermacam-macam
pendapat tentang pengertian
manajemen sumber
daya
manusia, antara lain
adanya yang menciptakan
human resources, ada yang mengartikan sebagai manpower management serta
ada
yang menyetarakan
dengan pengertian sumber daya manusia
dengan personal (personalia,
kepegawaian, dan sebagainya). Akan tetapi pada manajemen sumber daya manusia
yang mungkin tepat adalah human resources
managemen (manajemen
sumber daya manusia), dengan
demikian secara sederhana pengertian manajemen sumber daya manusia adalah mengelola sumber daya manusia.
Manajemen sumber daya manusia adalah pendekatan terhadap
manajemen manusia. Pendekatan terhadap manajemen
manusia tersebut
didasarkan pada nilai
manusia dalam hubungannya dengan organisasi. Manusia merupakan sumber
daya
yang penting dalam organisasi
di samping itu efektivitas
organisasi sangat ditentukan oleh manajemen manusia.
Menurut Sutrisno (2009:4)
manajemen sumber
daya manusia merupakan pengakuan tentang
pentingnya tenaga kerja
organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa sumber daya
manusia tersebut digunakan secara
efektif dan
adil bagi kepentingan individu, organisasi dan
masyarakat.
Fokus
manajemen sumber daya manusia terletak pada upaya mengelola
sumber daya manusia di dalam dinamika interaksi antara organisasi pekerja yang seringkali memiliki kepentingan berbeda. Manajemen sumber daya manusia meliputi penggunaan sumber
daya manusia secara
produktif dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja
secara individual.
Jadi manajemen sumber daya manusia dapat juga
merupakan kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan
sumber daya manusia
untuk mencapai tujuan
baik secara individu maupun
organisasi. Walaupun objeknya sama-sama manusia, namun pada hakikatnya ada perbedaan hakiki
antara manajemen sumber daya manusia dengan
manajemen tenaga kerja atau dengan manajemen personalia.
Sedangkan Ambar dan Rosidah (2009:13) mengemukakan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah pengembangan dan
pemanfaatan pegawai dalam rangka
tercapainya tujuan dan sasaran individu, organisasi,
masyarakat, bangsa dan internasional yang efektif.
Manajemen sumber daya manusia merupakan
bagian dari manajemen
keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Manajemen sumber
daya manusia mempunyai tugas untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh
tenaga
kerja yang puas akan pekerjaannya.
2.1.2 Budaya Organisasi
Menurut Robbins (2007: 305)
budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lain. Sistem
makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat
karakteristik utama yang dihargai oleh suatu organisasi. Budaya organisasi
berkaitan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari suatu
budaya organisasi, bukan dengan apakah para karyawan menyukai budaya atau tidak.
Budaya organisasi adalah apa
yang dipersepsikan karyawan dan cara persepsi itu
menciptakan suatu pola keyakinan, nilai, dan ekspektasi. Schein dalam
(Ivancevich 2005:44) mendefinisikan
budaya sebagai suatu pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap
valid, dan oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara
yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan berperasaan sehubungan dengan
masalah yang dihadapinya.
Moeljono (2005:2) berpendapat bahwa: “Budaya organisasi pada
umumnya merupakan pernyataan fisiologis,
dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat
diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan.
Dengan membakukan organisasi, sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau peraturan
yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan
terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan visi dan misi
serta strategi perusahaan. Proses
pembentukan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin dan karyawan
professional yang mempunyai integritas tinggi. Dari uraian tersebut dapat disimpulakn
bahwa, dengan melakkan akulturasi budaya organisasi selain akan menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas, juga menjadi penentu sukses perusahaan.”
Budaya korporat
sering kali tercermin dalam perilaku keseharian anggotanya, berarti pula merupakan praktik
sehari-hari ditempat kerja. Budaya korporat akan memberikan suasana psikologis
bagi semua anggota, bagaimana mereka bekerja, bagaimana berhubungan dengan
atasan ataupun rekan kerja, bagaimana menyelesaikan masalah, dan banyak lagi
yang merupakan wujud budaya yang khas
bagi setiap perusahaan. Definisi budaya korporat merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini
semua anggota organisasi dan yang
dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan,
berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku
dalam organisasi untuk mencapai tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan.
2.1.3 Karateristik Budaya Organisasi
Terdapat tujuh karateristik penting yang dipakai sebagai
acuan esensial dalam memahami serta mengukur keberadaan budaya (Robbins, 2007:354):
1. Inovasi dan
keberanian mengambil resiko, yaitu sejauhmana organisasi mendorong para pegawai
untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko serta bagaimana
organisasi menghargai tindakan
pengambilan resiko oleh pegawai dan membangkitkan ide pegawai.
2. Perhatian terhadap
detail, yaitu sejauhmana organisasi mengharapkan pegawai memperlihatkan kecermatan, analisis dan
perhatian terhadap rincian.
3. Berorientasi pada
hasil, yaitu sejauhmana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan
perhatian terhadap tekhnik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil
tersebut.
4. Berorientasi pada manusia, yaitu sejauhmana keputusan
manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi.
5. Berorientasi
pada tim, yaitu sejauhmana penekanan diberikan pada kerja tim dibandingkan
dengan kerja indivdual.
6. Agresivitas,
yaitu sejauhmana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk
menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya.
7. Stabilitas
yaitu sejauhmana kegiatan organisasi menekankan status quo sebagai kontras dari
pertumbuhan.
Budaya dalam organisasi setidaknya memainkan tiga peranan
penting, yaitu memberikan identitas bagi
anggotanya, meningkatkan komitmen terhadap visi dan misi organisasi serta
memperkuat standar perilaku. Ketika budaya organisasi melekat kuat, maka
masing-masing anggota akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari organisasi.
Perasaan sebagai bagian dari organisasi akan memperkuat komitmennya terhadap
visi dan misi organisasi.
Budaya juga akan mengarahkan perilaku anggota organisasi.
Budaya organisasi memberikan banyak
pengaruh kepada individu dan proses organisasi. Budaya memberikan
tekanan pada individu untuk bertindak ke arah tertentu, berfikir serta
bertindak dengan cara yang konsisten dengan budaya organisasinya. Tidak ada
satupun tipe budaya organisasi yang terbaik yang dapat berlaku universal. Yang
terpenting adalah organisasi harus mengetahui potret budaya organisasi saat ini
dan mengevaluasinya apakah budaya yang berlaku tersebut dapat mendukung program
perubahan organisasi.
Schein (2006:87) menyimpulkan sejumlah fungsi
budaya organisasi yaitu untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi dalam
beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya, budaya organisasi dapat memperkuat
pemahaman anggota organisasi dan kemampuan untuk merealisasi visi, misi dan
strategi organisasi. Untuk mengatasi permasalahan integrasi internal, budaya
organisasi berfungsi untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota organisasi dalam berbahasa,
berkomunikasi serta berhubungan dengan
anggota yang lain.
Adapun kontribusi budaya organisasi menurut Moeljono
(2005:83) adalah sebagai berikut :
1. Budaya organisasi
adalah memberikan identitas-identitas yang khas kepada anggota organisasi.
2. Budaya
organisasi merekatkan setiap anggota organisasi satu sama lain, dan kepada
institusi dan sistem organisasi.
3. Budaya
organisasi memberi standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para
karyawan.
Menurrut Moeljono
(2005:79) mengatakan dalam
hubungannya dengan segi sosial, budaya
berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh
para karyawan. Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan
(Moeljono, 2005:85).
Robbins (2007:311)
menyatakan bahwa budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi,
yaitu:
a.
Budaya mempunyai suatu peran
menetapkan tapal batas, yang artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas
antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa
identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c.
Budaya mempermudah timbulnya
komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang.
d. Budaya memantapkan sistem
sosial, yang artinya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan suatu
organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus
dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.
e.
Budaya berfungsi sebagai
mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku para karyawan.
Secara alami budaya sukar
dipahami, tidak berwujud, implisit dan dianggap biasa saja. Tetapi semua
organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian, pemahaman, dan aturan
implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Peran budaya
dalam mempengaruhi perilaku karyawan semakin penting bagi organisasi.
Dengan dilebarkannya rentang
kendali, didatarkannya struktur,
diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua karyawan diarahkan kearah yang sama. Pada akhirnya budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua karyawan diarahkan kearah yang sama. Pada akhirnya budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
2.1.4 Menilai Kualitas Budaya Organisasi
Robbins (2007:208) menyatakan untuk
menilai kualitas budaya organisasi suatu organisasi dapat dilihat dari sepuluh
faktor utama, yaitu sebagai berikut:
a. Inisiatif individu, yaitu
tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi yang dipunyai individu.
b. Toleransi terhadap tindakan
beresiko, yaitu sejauhmana para pegawai
dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.
dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.
c. Arah, yaitu sejauhmana
organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai
prestasi.
d. Integrasi, yaitu tingkat
sejauhmana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang
terkoordinasi.
e. Dukungan Manajemen, yaitu
tingkat sejauhmana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan serta
dukungan terhadap bawahan mereka.
f.
Kontrol, yaitu jumlah
peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan
mengendalikan perilaku pegawai.
g. Identitas, yaitu tingkat
sejauhmana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan
organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang
keahlian profesional.
h. Sistem imbalan, yaitu
tingkat sejauhmana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas
kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, pilih kasih, dan
sebagainya.
i.
Toleransi terhadap konflik,
yaitu tingkat sejauhmana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik
kritik secara terbuka.
j.
Pola-pola komunikasi, yaitu
tingkat sejauhmana komunikasi organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang
formal.
Menurut
Tampubolon
(2008:77), menyimpulkan
indikator budaya organisasi menjadi 6 yaitu:
a. Inovatif memperhitungkan risiko, norma yang dibentuk beradasarkan kesepakatan menyatakan bahwa setiap karyawan akan memberikan perhatian yang
sensitif terhadap segala permasalahan yang mungkin dapat membuat resiko kerugian
bagi kelompok dan oragnisasi
secara keseluruhan. Perilaku karyawan
yang demikian dibentuk apabila berdasarkan kesepakatan bersama sehingga
secara tidak langsung membuat rasa tanggung jawab bagi karyawan untuk
melakukan tindakan
mencegah terjadi kerugian secara konsisten. Kerugian ini lebih pada waktu, dari
rasa sensitifnya karyawan dapat mengantisipasi risiko
yang mengakibatkan kerugian lain, seperti merusak nama baik perusahaan
yang kemungkinan larinya konsumen ke
produk lain.
b. Memberi perhatian pada
setiap masalah secara detail,
memberikan
perhatian pada setiap masalah
secara detail di dalam melakukan
pekerjaan akan mengambarkan ketelitian dan kecermatan karyawan
dalam melakukan pekerjaannya.
Sikap yang demikian akan menggambarkan tingkat kualitas pekerjaan yang sangat tinggi.
Apabila semua karyawan memberikan perhatian secara detail terhadap semua permasalahan yang ada dalam
pekerjaaan, maka tingkat
penyelesaian masalah
dapat digambarkan
menjadi suatu
pekerjaan yang berkualitas tinggi dengan demikian kepuasan konsumen akan terpenuhi.
c. Berorientasi
terhadap hasil yang akan dicapai,
supervisi seorang manejer terhadap bawahannya merupakan salah satu cara manajer untuk mengarahkan dan memberdayakan staf. Melalui supervisi dapat diuraikan tujuan organisasi dan
kelompok serta anggotanya, dimana tujuan dan
hasil yang hendak dicapai. Apabila persepsi bawahan dapat dibentuk dan menjadi satu kesatuan didalam melakukan
tugas untuk mencapai
hasil. Dengan demikian semua karyawan berorientasi pada pencapaian tujuan/hasil.
d. Berorientasi kepada
semua kepentingan
karyawan, keberhasilan atau
kinerja organisasi salah satunya ditentukan ke kompakan tim
kerja (team work), di mana kerjasama tim dapat dibentuk jika manajer dapat melakukan supervisi dengan baik. Kerjasama tim yang dimaksud adalah setiap karyawan bekerjasama dalam
persepsi dan sikap yang sama didalam melakukan pekerjaannya dan secara tidak langsung, sesama karyawan akan selalu memeerhatikan
permasalahan yang dihadapi masing-masing.
Dengan demikian karyawan selalu
berorientasi kepada sesama
agar dapat tercapai target tim dan
organisasi
e. Agresif dalam bekerja, produktivitas yang tinggi dapat dihasilkan apabila performa karyawan dapat memenuhi standard yang
dibutuhkan untuk melakukan tugasnya.
Performa yang baik dimaksudkan
antara lain: kualifikasi keahlian (ability and
skill) yang dapat memenuhi persyaratan produktivitas serta harus diikuti dengan
disiplin dan kerajinan yang tinggi. Apabila kualifikasi ini telah di penuhi, maka
masih dibutuhkan ketahanan fisik
dan keagresifan karyawan untuk menghasilkan
kinerja yang baik.
f.
Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja,
performa yang
baik dari karyawan harus
didukung oleh kesehatan yang prima. Performa yang
baik tidak akan dapat
tercipta secara kontinu apabila karyawan tidak
dalam kondisi
kesehatan
yang
prima. Kesehatan yang prima akan membentuk
stamina yang
prima, dengan stamina yang prima akan terbentuk
ketahanan fisik yang akurat
(endurance) dan stabil, serta dengan endurance yang prima, maka karyawan akan dapat mengendalikan
(drive) semua pekerjaan dengan baik.
Dengan tingkat
pengendalian yang prima, menggambarkan performa karyawan tetap
prima dan stabilitas kerja
dapat dipertahankan
2.1.5
Efektifitas
Kerja
Pembicaraan
sekitar
efektivitas
kerja pegawai adalah
sesuatu yang
sangat menarik untuk dilakukan,dan pasti akan berkaitan dengan banyak faktor. Jika dikatakan bahwa efektivitas kerja pegawai merupakan
sikap atau
kondisi umum
seseorang
yang
positif
terhadap kehidupan organisasionalnya,maka jelaslah bahwa setiap pemimpin perlu mengambil
berbagai
langkah agar semakin banyak (apabila mungkin semua) bawahannya
merasa puas dan selalu bersemangat dalam bekerja,yang pada saatnya
nanti
akan
mencapai tingkat efektivitas kerja pegawai yang bersangkutan sesuai yang
diharapkan.Untuk dapat melakukan dengan cepat
dan tepat,diperlukan pemahaman tekhnik dan cara yang dapat digunakan
mengukur tingkat efektivitas
kerja para pegawai
tersebut.
Dalam hubungan ini
perlu diperhatikan
bahwa seseorang pegawai
tidak akan
melakukan
tugasnya dengan baik dalam suasana
kehampaan.Artinya seseorang dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya tidak
membatasi keberadaannnya dalam organisasi hanya pada penyelesaian tugas itu berdasarkan keterampilan dan
diskripsi tugas yang sudah jelas.
Disamping hal-hal yang
bersifat
tehnis,terdapat faktor-faktor
lain yang sifatnya tidak tehnis,melainkan psikologi,sosio kultural dan intelektual.Artinya
dalam kehidupan berorganosasi,berkarya tidak dapat dipandang semata-mata
hanya sebagai wahana untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya wahana
untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan
yang
sifatnya individualistic dan ekonomis,tetapi juga berbagai kebutuhan lainnya. Interaksi dengan berbagai
pihak seperti
rekan sekerja,atasan dan bawahan mutlak diperlukan.
Tidak satu pun pekerjaan organisasi yang dapat
diselesaikan hanya oleh
seseorang tanpa
interaksi sama sekali dengan
pihak lain.ketaatan
terhadap berbagai ketentuan yang berlaku dalam organisasi,melakukan penyesuaian dengan tradisi dan kultur organisasi adalah beberapa contoh lain dari faktor-
faktor yang perlu
mendapat perhatian dalam mendorong tercapainya tingkat efektifitas kerja pegawai
dalam kehidupan
organisasi.
Menurut Handayaningrat (2006:16) efektivitas adalah pengukuran dalam
arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pengertian efektivitas kerja menurut
Susanto (2004:41) efektivitas artinya informasi
harus sesuai
dengan
kebutuhan
pemakai dalam mendukung suatu proses bisnis,termasuk di dalam informasi
tersebut harus
disajikan
dalam waktu
yang
tepat,format yang tepat sehingga dapat dipahami,konsisten denga
format sebelumnya,isinya sesuai dengan kebutuhan saat
ini
dan lengkap
atau
sesuai dengan
kebutuhan dan ketentuan
Sedangkan menurut Amsyah (2007:131) efektivitas kerja adalah kegiatan dengan mulai adanya
fakta kegiatan sehingga menjadi data,baik yang berasal
dari
hubungan
dan transaksi internal dan
eksternal maupun berasal dari hubungan antar
unit dan di dalam unit itu sendiri.
Pengertian yang dikemukakan para ahli diatas mengenai efektivitas pada dasarnya hanya mengenai tujuan organisasi/instansi
terhadap kinerja pegawai sebagai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dari sudut pandang: pertama dari segi hasil,tujuan atau akibat yang dikehendaki dapat dicapai,dan kedua dari
segi
usaha yang ditempuh dan dilaksanakan telah tercapai dan keduanya secara maksimal.
Dari berbagai pendapat mengenai efektivitas tersebut,penulis dapat
menarik suatu
kesimpulan bahwa efektivitas
kerja
pegawai dapat dikatakan sebagai taraf tercapainya suatu tujuan tertentu secara maksimal,baik ditinjau dari segi proses,jumlah format,serta
ketepatan waktu sesuai prosedur,kebutuhan,dan ketentuan yang ditetapkan dalam organisasi tersebut. Membahas masalah rendahnya tingkat efektivitas kerja pegawai
dalam menyelesaikan
tugas pokok
dan fungsinya sebagai aparatur
Pemerintah
di Kantor Dinas Sosial
Propinsi Sulawesi Selatan,terlebih dahulu perlu diketahui
bagaimana suatu organisasi itu dapat dikatakan mencapai tujuan dengan
efektif. Atau dengan kata lain,apa kriteria yang digunakan untuk bisa mengatakan bahwa
suatu organisasi dapat mencapai efektivitas yang diinginkan dalam mencapai
tujuannya.
Perkataan
efektivitas meskipun
sering diucapkan,tetapi sering pengertiannya mempunyai makna
yang berbeda. Suatu upaya untuk
mendefinisikan
yang umum dan sering digunakan adalah bertumpu pada
pendekatan efektifitas dari segi optimasi tujuan,yakni kemampuan organisasi memanfaatkan sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendefinisian yang sederhana tersebut menimbulkan
kebingungan apabila kita hendak mengoperasikan konsep tujuan. Oleh karena itu, definisi yang bertumpu pada optimasi tujuan haruslah diberi makna sebagai
tujuan yang
diukur menurut konsep
organisas, yaitu ukuran
mengenai seberapa jauh suatu organisasi
mencapai
tujuan yang hendak capai.
Efektivitas organisasi
terdiri dari efektivitas individu dan kelompok,hal ini
disebabkan oleh adanya beberapapandangan mengenai
efektivitas itu
sendiri Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa efektivitas kerja berarti
penyelesaian pekerjaan
tepat pada
waktu yang telah
ditetapkan. Artinya,apakah
pelaksanaan suatu
kegiatan/tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung pada bilamana tugas itu diselesaikan,dan
tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara pelaksanaan dan
biaya
yang dikeluarkan untuk itu.
Efektivitas kerja pegawai
dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dapat dicapai apabila organisasi itu juga
mampu menyesuaikan
diri
dengan
tuntutan perubahan lingkungan. Dalam hal ini efektivitas harus termasuk juga
efisiensinya.
Menurut Steers (2007:119)
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja
dalam organisasi
:
1.
Waktu
Ketepatan waktu dalam
menyelesaikan
suatu pekerjaan merupakan faktor utama. Semakin
lama tugas yang dibebankan itu dikerjakan, maka semakin banyak tugas lain menyusul dan
hal ini akan memperkecil
tingkat efektivitas
kerja karena memakan waktu yang
tidak sedikit.
2.
Produktivitas
Seorang
pegawai mempunyai produktivitas kerja
yang
tinggi dalam
bekerja tentunya akan dapat menghasilkan
efektivitas kerja yang baik
demikian pula sebaliknya.
4.
Motivasi
Pimpinan dapat mendorong pegawainya melalui
perhatian pada
kebutuhan
dan tujuan
mereka yang sensitif. Semakin termotivasi
karyawan untuk bekerja secara positif semakin baik pula kinerja yang
dihasilkan.
5.
Evaluasi Kerja
Pimpinan memberikan dorongan, bantuan dan informasi kepada
pegawainya,sebaliknya pegawai harus melaksanakan
tugas dengan baik dan menyelesaikan untuk dievaluasi tugas terlaksana dengan baik atau
tidak.
6.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah menyangkut tata ruang, cahaya alam dan pengaruh suara yang mempengaruhi
konsentrasi seseorang pegawai sewaktu
bekerja.
2.2 Penelitian
Terdahulu
Penelitian
yang dilakukan oleh Syafutra (2014) dengan judul Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Budaya Organisasi pada Koperasi Jaya Mandiri Kota Bengkulu. Hasil penelitiannya adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi budaya organisasi pada Koperasi Jaya Mandiri Kota Bengkulu
yaitu : budaya kekuasaan (Power
culture), budaya peran (Role culture),
budaya pendukung (Support culture)
dan budaya prestasi (Achievement culture). Nilai rata-rata adalah
sebesar 90,8 dengan kriteria penilaian setuju karena terletak pada interval
78,2-96,6 yang artinya bahwa suatu oragnisasi akan dipengaruhi oleh budaya
organisasi yang telah diterapkan pada organisasi tersebut. Tipe budaya organisasi tertinggi adalah budaya
peran (Role culuter) dengan nilai
sebesar 98,8 dengan kategori sangat setuju, karena budaya peran ini menyangkut
kepada peranan, status dan jabatan seorang karyawan pada organisasi tersebut. Budaya kekuasaan (Power culture) memiliki
penilaian terendah dengan nilai 76,8 dengan kriteria penilaian ragu-ragu, ini
dikarenakan pada Koperasi Jaya Mandiri Bengkulu budaya kekuasaan tidak bisa
diterapkan karena prinsip dari koperasi adalah bekerja sama dan gotong royong.
2.3
Kerangka Analisis
Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah, maka perlu disusun
kerangka analisis seperti pada gambar
sebagai berikut :
Gambar 1.
Kerangka Analisis
Efektivitas
Kerja
(Y)
|
Budaya Organisasi
(X)
|
Dari kerangka analisis tersebut di atas menunjukan bahwa budaya organisasi memiliki
hubungan dengan efektifitas kerja pegawai pada Balai Pengelolaan Aliran Daerah
Aliran Sungai Bengkulu.
Hipotesis dalam penelitian
ini adalah diduga ada hubungan yang positif dan signifikan antara budaya
organisasi dengan efektifitas kerja pegawai pada Balai Pengelolaan Aliran
Daerah Sungai Bengkulu.
MEODE PENELITIAN
3.1 Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian explanatory
menurut Sugiyono (2013:55) yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan anatara
variabel-variabel yang diteliti, sehubungan penelitian ini hanya bersifat
menggambarkan suatu hubungan
budaya organisasi dengan efektifitas kerja pegawai pada Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Bengkulu yang mana dalam penganalisaan datanya menggunakan
statistik, artinya data yang ada berbentuk kuantitatif, maka jenis
penelitiannya adalah penelitian deskriptif kuantitatif.
3.2 Definisi
Operasional
1. Budaya organisasi adalah sistem bersama yang dianut
oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu yang membedakan suatu
organisasi dari organisasi lain, dengan indikator :
a. Inovatif memperhitungkan risiko
b. Memberi perhatian pada
setiap masalah secara detail
c. Berorientasi
terhadap hasil yang akan dicapai
d. Berorientasi kepada
semua kepentingan
pegawai
e. Agresif dalam bekerja
f.
Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja
2. Efektifitas kerja adalah taraf tercapainya suatu tujuan tertentu secara maksimal, baik ditinjau dari
segi
proses, jumlah format serta
ketepatan waktu sesuai prosedur, kebutuhan dan ketentuan yang ditetapkan dalam Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu, dengan indikator sebagai
berikut :
b. Produktivitas
c. Motivasi
d. Evaluasi Kerja
e. Lingkungan Kerja
3.3 Metode Pengambilan
Sampel
Menurut Sugiyono (2013:61)
populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu atau objek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu yang berjumlah 35 orang pegawai.
kesimpulannya. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu atau objek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu yang berjumlah 35 orang pegawai.
Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,
2013:81).
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 35 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu, karena semua
populasi dalam penelitian ini dijadikan sampel, maka metode pengambilan sampel
dengan cara sensus.
3.4 Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data
dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang relevan, akurat dan reliabel.
Metode yang di gunakan adalah kuesioner.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2013:142). Data yang diperoleh dalam penelitian ini
didapatkan langsung dari pengisian kuesioner (angket) yang ditujukan kepada
responden.
Pertanyaan-pertanyaan pada
angket tertutup dibuat dengan skala Likert dengan 1-5. Skor 1-5 digunakan
peneliti karena lebih sederhana dan memiliki nilai tengah yang digunakan untuk
menjelaskan keragu-raguan atau netral dalam memilih jawaban. Oleh karena itu
skala Likert ini lazim digunakan di Indonesia untuk yang mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang. Untuk analisis kuantitatif, maka jawaban itu
dapat diberi skor yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 1. Skala Likert
Pilihan
Jawaban
|
Skor
|
Sangat Tidak
Setuju (STS)
|
1
|
Tidak Setuju
(TS)
|
2
|
Netral (N)
|
3
|
Setuju (S)
|
4
|
Sangat Setuju
(SS)
|
5
|
Sumber : Sugiyono,
2013:93
a. Korelasi
Rank Spearman
Dalam korelasi
rank spearman sumber data untuk kedua variabel yang akan dikonversikan dapat
berasal dari sumber yang tidak sama, jenis data yang dikorelasikan adalah data
ordinal, serta data dari kedua variabel tidak harus membentuk distribusi
normal. Jadi korelasi rank spearman adalah bekerja dengan data ordinal atau
berjenjang atau rangking, dan bebas distribusi (Sugiyono, 2013:245). Rumus
korelasi rank spearman adalah :
(
Sugiyono, 2013:245)
Keterangan :
p = Koefisien Korelasi Spearman Rank
n = Jumlah sampel
Untuk menginterprestasikan angka yang dihasilkan dari perhitungan maka
dapat digunakan pedoman sebagai berikut :
0,00 - 0,199
|
= Sangat rendah
|
0,20 – 0,399
|
= Rendah
|
0,40 – 0,599
|
= Sedang
|
0,60 – 0,799
|
= Kuat
|
0,80 – 1,000
|
= Sangat kuat
|
Sumber : Sugiyono, 2013:184
b. Uji Hipotesis t
Uji t digunakan untuk
menguji signifikansi hubungan antara variabel budaya organisasi (Variabel X)
dengan efektifitas kerja (Variabel Y) maka digunakan rumus sebagai berikut :
( Sugiyono, 2013 : 251 )
Keterangan :
t = Pengujian Koefesien Korelasi
𝜌 = Koefesien Korelasi
n = Jumlah Sampel
Hipotesis yang digunakan
dalam pengujian ini adalah :
H0 : budaya organisasi tidak mempunyai hubungan yang signifikan
dengan efektifitas
kerja pegawai pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu
Ha : budaya organisasi mempunyai hubungan yang signifikan
dengan efektifitas
kerja pegawai pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu
Level
signifikannya 0,05 pada tingkat kepercayaan 95 % dengan kriteria sebagai
berikut :
a.
Apabila t hitung < t
tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
b.
Apabila t hitung > t
tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima.
0 Comments:
Post a Comment